BELAJAR DARI HAGAR SAAT MASA PANDEMI

Renungan hari ini sangat spesial karena ditulis oleh istri saya, Dolly Selviana. Saya harap ini dapat memberkati Anda.

Saya pikir, hampir setahun ini, banyak dari kita harus berjuang untuk tetap bahagia, atau menjaga suasana hati yang baik. Pandemi ini membuat kita sangat kuatir, pekerjaan jadi tak menentu, bahkan terpaksa menganggur. Siapa yang menyangka kalau kerja dari rumah bisa bikin depresi tingkat dewa!

(Baca juga: BENIH FIRMAN TUHAN TIDAK DAPAT TUMBUH DI SEMBARANG TEMPAT)

Saya mengalami itu semua sebagai seorang asing di Australia.

Namun, tahun ini menjadi tak seburuk itu karena saya memulai perjalanan “belajar Alkitab” secara pribadi. Awalnya, saya membaca sebuah buku yang membuat saya bertekad untuk memulai studi Alkitab pribadi. Segera saja, saya jatuh hati pada sosok Hagar yang mengalami kondisi yang sulit dan berat di kitab Kejadian. Ya, saya baru saja selesai membaca Kejadian yang didominasi drama keluarga.

Empati saya terhadap Hagar cukup dalam. Budak perempuan dari Mesir ini menjadi pelayan nyonya besar Sarah di rumah tangga Abraham. Saat Sarah menyadari dirinya terlalu tua untuk bisa hamil, Sarah menyorong Hagar agar dihamili suaminya sendiri. Lalu, lahirlah Ismail. Namun, masa bahagia tak berlangsung lama. Saat Sarah melahirkan Ishak, sosok Hagar tak lagi berguna. Bahkan, Sarah membencinya. Hagar pernah kabur karena kecemburuan Sarah tak terbendung sehingga sikapnya menjadi kasar. Namun, Tuhan membujuk Hagar untuk kembali. Tapi, untuk kedua kalinya, Sarah meminta Abraham mengusir Hagar dan anaknya untuk selamanya, tanpa warisan sedikit pun. Jujur, saya tak suka Sarah.

Perasaan ibu muda Hagar tentu tak karuan, berjalan tanpa arah di padang pasir mahaluas dengan bocah yang mungkin merengek kehausan, kelaparan. Makanan dan minuman telah lama habis. Padang pasir bukan tempat yang asing bagi Hagar. Tapi, sendirian bersama anak kecil yang masih bergantung padanya tentu hal yang sangat baru. Hagar bahkan berpikir untuk lebih baik mati saja setelah bekal mereka habis. Tak tahu harus berbuat apa, Hagar meninggalkan putranya di semak, dan menangis keras. Dia berniat membiarkan Ismail mati perlahan. Namun, kembali Tuhan mendatanginya, membujuknya, membantunya (dengan menunjukkan sebuah sumur), dan berjanji padanya bahwa Ismail pun akan menjadi bangsa yang besar (Kejadian 21:18). Perbincangan itu menyulut semangat hidup Hagar.

Saya tak tahu hari-hari setelah itu, tapi saya membayangkan betapa Hagar memegang kuat janji yang membuat mereka tetap hidup. Yang saya tahu adalah Hagar melakukan kehendak Tuhan bagi dirinya, yaitu membesarkan Ismail.

Saat pandemi menghantam dan mengubah kehidupan kita dalam waktu singkat, kita tidak tahu harus berbuat apa. Seperti Hagar, kita bersusah hati.

Namun, tak seperti Hagar, kita tidak berlama-lama dalam kondisi itu. Beruntung, kita memiliki Tuhan yang memberi janji yang melegakan lewat Alkitab.

Tiap kali kita perlu “dorongan” dan semangat terutama saat “terdampar” di situasi yang menyesakan, kita tinggal buka Alkitab dan temukan lagi janji-janji itu. Berikut dua ayat yang saya pegang selama pandemi ini melanda.

Matius 11:28-30
Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan ringan.

Nahum 1:7
“Tuhan itu baik;  Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya.

Hagar tidak mengenal ayat-ayat di atas, apalagi punya Alkitab. Namun, dia memegang kuat apa dia tahu saat itu: Tuhan menjaga putranya dan itu sudah cukup baginya.

(Baca juga: APA YANG ANDA HARAPKAN TERJADI TAHUN INI?)

Gereja mengajarkan kita bahwa Alkitab adalah tulisan Tuhan sendiri. Ia mengembuskan napas kehidupan di dalamnya dan saat kita membacanya, memelajarinya, dan kemudian merenungkannya, ayat-ayat itu hidup di dalam kita. Kita memiliki jaminan yang kokoh bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Saya harap, itu cukup buat kita. Amin.

2 comments

  1. Kita tidak akan pernah ditinggalkanNYA. Kisah Hagar mengajarkan bahwa janji Tuhan selalu ada buat hidup kita. Tuhan bisa menjadi jaminan akan hidup kita. Terima kasih Kak Dolly.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.